/

Mulai 17 Agustus, Uang Masuk-Keluar Rekening Diawasi Pajak!

/
1036 dilihat
4 menit baca

JAKARTA, Pegaf.com — Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan sistem Payment ID berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada 17 Agustus 2025. Langkah ini menandai transformasi besar dalam sistem pembayaran digital nasional. Dalam keterangannya, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa Payment ID akan menjadi identitas utama transaksi keuangan warga, menggantikan nomor rekening yang selama ini digunakan secara acak dan terpisah-pisah.

Melalui Payment ID, semua transaksi uang masuk dan keluar dari rekening bank akan terhubung langsung dengan data kependudukan. “Seluruh data di bank nantinya akan memiliki ekuivalen yang terhubung dengan Payment ID,” kata Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI, Dudi Dermawan, dilansir Kompas.

Ilustrasi: Mulai 17 Agustus, Uang Masuk-Keluar Rekening Diawasi Pajak | Dok. Pegaf.com / Gavier

Payment ID ini tidak hanya berlaku untuk transaksi perbankan, tetapi juga akan digunakan untuk dompet digital, QRIS, dan instrumen pembayaran lainnya. Dengan kata lain, aktivitas keuangan masyarakat akan semakin terdigitalisasi dan tersentral dalam satu sistem berbasis NIK.

Transaksi Keuangan Kini Tersambung Pajak dan Data Dukcapil

Salah satu dampak utama dari penerapan Payment ID adalah transparansi perpajakan. Setiap perputaran uang yang terjadi di dalam sistem perbankan kini akan termonitor langsung oleh otoritas pajak, yakni Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Sebab, NIK yang dipakai sebagai Payment ID telah lama menjadi dasar integrasi data wajib pajak.

Sejak NIK resmi menjadi NPWP mulai 1 Januari 2024 lalu, integrasi ini makin diperkuat. Kini, dengan masuknya Payment ID berbasis NIK ke sistem transaksi keuangan, tidak ada lagi ruang bagi masyarakat untuk menyembunyikan penghasilan.

Baca juga:  Suara Ibu Itu Lebih Nyaring dari Peluru

Menurut Detik.com, pemerintah telah menandatangani Peraturan Presiden yang memuat klausul integrasi data antara BI, Dukcapil, dan DJP. Maka, bila seseorang menerima dana dalam jumlah besar, sistem akan otomatis mencatatnya sebagai potensi penghasilan yang bisa dikenai pajak.

Hal ini menuai pro dan kontra. Di satu sisi, sistem ini bisa menekan kebocoran pajak dan meningkatkan kepatuhan. Namun di sisi lain, banyak warganet yang khawatir bahwa setiap aktivitas finansial akan diawasi secara ketat, termasuk transfer antar keluarga atau pembayaran informal.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

error: Maaf, seluruh konten dilindungi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta!