PATI, Pegaf.com — Sejak pukul 08.20 WIB, Rabu (13/8/2025), ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu memadati depan Kantor Bupati Pati. Mereka datang dari berbagai wilayah di Kabupaten Pati dengan satu tujuan: menuntut Bupati Sudewo turun dari jabatannya.
Aksi dimulai dengan orasi lantang dari atas truk tronton yang terparkir di depan kantor bupati. Koordinator aksi, Husein, menyampaikan pesan tegas kepada Sudewo. “Hari ini Bupati Sudewo harus lengser. Bupati harus lengser,” serunya disambut teriakan setuju dari massa, dilansir CNN Indonesia.

Dalam orasinya, Husein mengapresiasi antusiasme warga. “Terima kasih masyarakat Pati dengan antusiasnya,” ujarnya, menandai bahwa gelombang protes kali ini adalah salah satu yang terbesar selama masa kepemimpinan Sudewo.
Latar Belakang Protes
Gelombang aksi ini bukan muncul tiba-tiba. Menurut warga, kemarahan mereka dipicu oleh sejumlah kebijakan Bupati Sudewo yang dinilai memberatkan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
Salah satu isu paling memicu kemarahan adalah wacana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen. Warga menganggap kebijakan ini memberatkan, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang sulit. “Pati cinta damai. Pati Bumi Minta Tani. Ekonomi sedang sulit. Mohon hari ini keikhlasan kerendahan hati untuk mengundurkan diri,” ujar seorang warga dalam orasi.
Namun, wacana kenaikan PBB bukan satu-satunya masalah. Teguh Istyanto, Koordinator Donasi Masyarakat Pati Bersatu, membeberkan daftar kebijakan kontroversial lainnya.
Kebijakan yang Dinilai Merugikan Warga
Menurut Teguh, kebijakan lima hari sekolah berdampak buruk pada banyak guru honorer. Program regrouping sekolah, yang menggabungkan dua sekolah menjadi satu, membuat sebagian guru kehilangan pekerjaan karena jumlah tenaga pengajar berkurang.
“Kalau ada dua sekolah menjadi satu, pasti ada guru tidak bisa mengabdi lagi. Itu dampaknya besar,” kata Teguh.
Selain itu, Teguh menyoroti kebijakan efisiensi di RSUD RAA Soewondo. Ratusan pegawai honorer yang sudah lama mengabdi diberhentikan tanpa pesangon dan tanpa tali asih. Ironisnya, mereka kemudian digantikan karyawan baru dengan alasan peningkatan pelayanan.
Bagi warga, kebijakan ini menunjukkan kurangnya empati terhadap masyarakat yang telah lama berkontribusi pada pelayanan publik di Pati. Mereka menilai pemimpin daerah seharusnya berpihak pada rakyat kecil, bukan mengorbankan mereka demi kebijakan yang dianggap tidak jelas manfaatnya.
Aksi Damai, Pesan Tegas
Meski jumlah massa besar, aksi ini berlangsung damai. Massa membawa spanduk, poster, dan pengeras suara. Teriakan tuntutan bergema di sepanjang jalan depan Kantor Bupati Pati.
Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menegaskan bahwa aksi ini adalah bentuk kekecewaan yang sudah menumpuk. Mereka ingin Sudewo mengundurkan diri secara sukarela sebelum situasi semakin memanas.
“Ini bukan hanya soal satu kebijakan. Ini soal akumulasi ketidakpuasan rakyat terhadap cara memimpin,” kata Teguh.