
- Judul: Matinya Kepakaran (The Death of Expertise)
- Penulis: Tom Nichols
- Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
- Tahun Terbit: 2018
- Jumlah Halaman: 293 halaman
- Deskripsi Fisik: 15 x 23 cm atau 23 x 16 cm
- ISBN: 978-602-481-073-3
- Bahasa: Indonesia
Tom Nichols, seorang profesor dan pakar kebijakan publik, dengan tajam menulis buku The Death of Expertise (dalam terjemahan Indonesia: Matinya Kepakaran) sebagai respons atas fenomena global yang semakin mengabaikan otoritas keilmuan. Buku ini tidak hanya menggugat pola pikir anti-intelektual yang merebak di dunia modern, tetapi juga menawarkan analisis kritis terhadap bagaimana teknologi, demokratisasi informasi, dan budaya “semua orang boleh bicara” telah meminggirkan suara para ahli.
Nichols menegaskan bahwa kita hidup di zaman di mana orang tidak hanya tidak tahu, tetapi juga tidak mau tahu. Mereka lebih suka mempercayai intuisi pribadi, hasil pencarian Google, atau video YouTube, daripada mendengarkan ilmuwan, akademisi, atau pakar yang telah mendedikasikan puluhan tahun untuk bidangnya. Karena media sosial dan internet memberikan ilusi kedekatan dan kesetaraan, publik merasa pendapat mereka sejajar, bahkan lebih valid, dibandingkan analisis berbasis data dari para profesional. Di sinilah krisis itu bermula.
Nichols tidak sekadar menyalahkan masyarakat awam. Ia juga mengkritik para pakar yang sering kali terjebak dalam elitisme, komunikasi yang sulit dimengerti, atau bahkan menyalahgunakan keahlian demi kepentingan politik atau ekonomi. Ketika para ahli gagal menjelaskan pengetahuan mereka dalam bahasa yang mudah dipahami, atau ketika mereka menunjukkan bias, publik menjadi semakin sinis. Maka, kehancuran otoritas keilmuan pun semakin sulit dihindari.
Lebih lanjut, buku ini juga mengupas bagaimana sistem pendidikan dan media memperparah keadaan. Sekolah dan universitas, menurut Nichols, sering kali terlalu berorientasi pada kepuasan siswa daripada pembentukan intelektualitas yang sejati. Sementara itu, media justru lebih senang menghadirkan debat kontroversial antara dua pihak ekstrem, tanpa memperjelas mana argumen berbasis bukti dan mana sekadar opini tanpa dasar. Semua ini membentuk masyarakat yang merasa cukup tahu, padahal sesungguhnya mereka tersesat dalam lautan informasi.
Yang membuat Matinya Kepakaran kuat adalah gaya argumentasi Nichols yang tajam namun terukur. Ia menulis dengan bahasa yang lugas, namun tetap membuka ruang diskusi. Ia tidak menyalahkan teknologi, demokrasi, atau kebebasan berekspresi, tetapi menekankan perlunya tanggung jawab dalam mengakses dan menyebarkan informasi. Demokrasi, katanya, berarti semua orang boleh bicara, tetapi itu tidak berarti semua orang selalu benar.
Secara keseluruhan, buku ini adalah peringatan yang mendesak. Dalam dunia yang dilanda hoaks, bias konfirmasi, dan budaya selebriti instan, Nichols mengajak kita untuk kembali menghargai ilmu pengetahuan dan proses berpikir kritis. Kepakaran memang bukan jaminan kebenaran mutlak, tetapi mengabaikannya adalah jalan menuju kehancuran kolektif.
Matinya Kepakaran wajib dibaca oleh siapa pun yang peduli pada kualitas diskursus publik dan masa depan demokrasi. Buku ini bukan hanya refleksi, tetapi juga ajakan: untuk mendengar lebih banyak, berpikir lebih dalam, dan berbicara lebih bertanggung jawab. *)
Penulis: Elany
*) Elany, lahir di Pegunungan Arfak pada 17 Mei. Penulis yang tertarik di bidang humanisme dan sastra. Suka mancing, membaca, dan bikin puisi.