/

Abolisi untuk Tom Lembong, Ujian Keadilan Presiden

/
1171 dilihat
7 menit baca

EDITORIAL, Pegaf.com — Hari ini, Tom Lembong resmi menghirup udara bebas. Presiden Prabowo Subianto telah memberikan abolisi yang menghentikan seluruh proses hukum terhadap mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu. Abolisi adalah hak prerogatif Presiden yang diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, dan diberikan dalam rangka pengampunan kolektif atas suatu tindak pidana tertentu.

Namun, kebebasan ini memunculkan banyak tanda tanya. Apakah abolisi ini benar-benar pantas diberikan? Apakah Presiden menggunakan hak konstitusionalnya secara proporsional dan tidak mengintervensi independensi lembaga penegak hukum? Di sisi lain, apakah publik tidak berhak mengetahui motif dan urgensi di balik pemberian abolisi ini?

Ilustrasi: Abolisi untuk Tom Lembong, Ujian Keadilan Presiden | Dok. Pegaf.com / Gavier
Ilustrasi: Abolisi untuk Tom Lembong, Ujian Keadilan Presiden | Dok. Pegaf.com / Gavier

Tulisan ini berusaha menelaah lebih dalam: apa makna abolisi ini bagi sistem hukum kita? Siapa Tom Lembong sebenarnya, dan mengapa proses hukumnya dihentikan begitu saja?

Siapa Tom Lembong dan Apa Masalah Hukumnya?

Thomas Trikasih Lembong, atau lebih dikenal sebagai Tom Lembong, adalah salah satu figur reformis di bidang ekonomi Indonesia. Ia dikenal sebagai profesional kelas dunia, pernah bekerja di Deutsche Bank dan Morgan Stanley, serta menjadi Menteri Perdagangan dalam Kabinet Kerja Presiden Jokowi pada 2015-2016. Kemudian ia diangkat sebagai Kepala BKPM, sebelum akhirnya digantikan pada 2019.

Namun, namanya belakangan terseret dalam kasus dugaan korupsi alih fungsi lahan industri di Jawa Barat, di mana KPK sempat menyelidiki keterlibatan sejumlah pejabat dalam pembebasan lahan yang ditengarai merugikan negara hingga Rp 400 miliar. Nama Tom muncul dalam dokumen penyelidikan sebagai pemberi persetujuan dalam skema yang diduga tidak sesuai prosedur.

Baca juga:  Pelayanan Publik Pegaf Bobrok: Birokrasi Sibuk, Rakyat Menderita

Meskipun belum ditetapkan sebagai tersangka, proses penyidikan terhadapnya sempat intens dilakukan oleh KPK dan Kejaksaan Agung. Namun kini, melalui keputusan abolisi dari Presiden Prabowo, seluruh penyelidikan dihentikan secara resmi.

Apa Itu Abolisi dan Bagaimana Aturannya?

Menurut Pasal 14 UUD 1945, abolisi adalah hak Presiden untuk menghentikan proses hukum seseorang yang sedang dalam penyidikan, penuntutan, atau belum memiliki putusan inkrah. Berbeda dengan grasi yang diberikan kepada terpidana, abolisi dapat diberikan kepada tersangka atau terdakwa sebelum pengadilan memutus perkara.

Namun, keputusan abolisi harus mendengarkan pertimbangan Mahkamah Agung. Artinya, secara prosedural, MA harus memberikan telaah terlebih dahulu mengenai layak tidaknya seorang tersangka dihentikan proses hukumnya.

Pertanyaannya, apakah pertimbangan Mahkamah Agung terhadap kasus ini sudah dipublikasikan? Jika belum, keputusan ini rawan ditafsirkan sebagai intervensi kekuasaan eksekutif terhadap proses hukum yang semestinya berjalan secara independen.

Ujian bagi Komitmen Hukum dan Anti-Korupsi

Presiden Prabowo telah berulangkali menegaskan bahwa pemerintahannya akan menjunjung tinggi hukum dan memberantas korupsi. Dalam berbagai pidato kampanye hingga debat, beliau menekankan pentingnya supremasi hukum.

Namun, pemberian abolisi kepada seseorang yang sedang diperiksa dalam dugaan korupsi besar tentu memberi sinyal sebaliknya. Ini bukan hanya soal satu individu bernama Tom Lembong, tapi soal kredibilitas institusi penegak hukum yang sudah telanjur bergerak.

Data Indonesia Corruption Watch (ICW) 2024 mencatat bahwa dalam dua tahun terakhir, ada kecenderungan meningkatnya intervensi politik terhadap proses penegakan hukum. Salah satu bentuknya adalah pembatalan penyidikan melalui jalur administratif atau politik.

Baca juga:  Profil Kompol Cosmas: Dipecat Usai Kasus Affan

Dengan mengeluarkan abolisi terhadap Tom Lembong, pemerintah berisiko memperkuat kesan bahwa hukum bisa ditekuk oleh kekuasaan, dan bahwa pejabat tinggi bisa mendapatkan perlakuan istimewa dibandingkan warga biasa.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

error: Maaf, seluruh konten dilindungi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta!