Tidak Ada Dasar Hukum untuk Pidana
Mari bicara hukum.
- UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara hanya melarang penggunaan bendera negara secara tidak hormat. Tidak ada satu pasal pun yang melarang pengibaran simbol selain Merah Putih di ruang privat.
- KUHP Baru Pasal 240-241 memang mengatur penghinaan terhadap simbol negara, tetapi dengan syarat ada unsur kesengajaan merendahkan lambang negara dan dilakukan di ruang publik dalam konteks merusak kehormatan simbol negara.
- Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 6/PUU-V/2007 telah mencabut pasal “penghinaan terhadap penguasa” yang selama Orde Baru kerap digunakan untuk membungkam kritik.
Artinya, tindakan masyarakat menggantung bendera Jolly Roger di rumah atau kendaraan pribadi bukan delik hukum, selama tidak dilakukan dalam konteks melecehkan Merah Putih atau menggantikannya dalam upacara resmi.
Kritik Kreatif, Bukan Makar Terselubung
Dalam literatur sosiologi, kreativitas dalam menyampaikan kritik adalah bagian dari symbolic resistance (Giddens, 1986). Rakyat memilih simbol bajak laut bukan karena ingin memberontak, tetapi karena mereka merasa nilai-nilai perjuangan telah dirampas oleh elite politik yang terjebak dalam hedonisme dan korupsi.
Di sinilah ironi muncul: pemerintah lebih terganggu oleh simbol fiksi bajak laut ketimbang oleh kenyataan bahwa lebih dari 500 pejabat publik ditangkap KPK selama 5 tahun terakhir, termasuk kepala daerah, hakim, bahkan menteri aktif.
Negara Tak Boleh Bertindak Seperti Bajak Laut
Alih-alih marah pada bendera bajak laut, pemerintah seharusnya bertanya: mengapa rakyat merasa negara lebih mirip kapal bajak laut?
Jawabannya jelas. Dalam persepsi publik, negara telah dikooptasi oleh segelintir elite. Menurut Transparency International, skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia pada 2024 stagnan di angka 34 dari 100, bahkan di bawah Timor Leste (CPI: 42). Ini menunjukkan persepsi publik terhadap korupsi institusional masih sangat tinggi.
Rakyat pun memilih cara yang aman dan kreatif untuk bersuara. Mereka tahu bicara lantang bisa dianggap makar. Maka mereka bicara lewat simbol.