JAKARTA, Pegaf.com – Center of Economic and Law Studies (Celios) memperingatkan potensi risiko gagal bayar yang membayangi Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes). Dalam laporan terbarunya berjudul “Dampak Ekonomi Koperasi Merah Putih”, Celios memperkirakan nilai risiko gagal bayar tersebut mencapai Rp 85,96 triliun selama enam tahun masa pinjaman.
Direktur Eksekutif Celios, Nailul Huda, menyebut bahwa pembiayaan yang diberikan kepada Kopdes berisiko tinggi. Ia juga menyoroti potensi kerugian lain yang dialami bank pelat merah atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), yang mendapat mandat pemerintah untuk memberikan pinjaman sebesar Rp 3 miliar per koperasi dengan bunga 3 persen per tahun. Pinjaman tersebut harus dilunasi dalam jangka waktu enam tahun.

Celios menghitung bahwa pendanaan ke koperasi ini menciptakan opportunity cost sebesar Rp 76 triliun. Angka itu muncul berdasarkan perhitungan suku bunga surat berharga negara (SBN) sebesar 7,1 persen yang digunakan sebagai faktor diskonto, mengacu pada asumsi APBN 2025.
“Jika dana ini dialokasikan untuk sektor-sektor dengan tingkat pengembalian tinggi maka opportunity cost tersebut bisa berkurang,” ujar Nailul, dikutip Tempo pada Senin, 21 Juli 2025.
Dalam proyeksi Celios, kerugian bank diperkirakan meningkat dari Rp 10,06 triliun di tahun pertama menjadi Rp 15,17 triliun pada tahun keenam. Nailul menilai pola ini menunjukkan penurunan efisiensi pemanfaatan dana perbankan yang semestinya bisa digunakan untuk pembiayaan produktif lainnya seperti SBN.
Lebih lanjut, Nailul memperingatkan bahwa intervensi terhadap program koperasi melalui pembiayaan perbankan tanpa kajian ekonomi matang bisa menjadi beban fiskal tersembunyi. “Dan berpotensi mengganggu stabilitas pembiayaan jangka panjang sektor perbankan,” tegasnya, dikuti Tempo.
Menurut Nailul, potensi gagal bayar cukup tinggi mengingat rata-rata kredit macet (non-performing loan/NPL -red) di sektor UMKM mencapai 4–5 persen. Ia menilai, dengan risiko tata kelola yang lemah, tantangan administratif, serta kapasitas manajerial koperasi yang rendah, maka tingkat NPL bisa lebih besar.
“Tingkat NPL di atas 4 persen berarti dari setiap Rp 100 triliun pembiayaan, sekitar Rp 4 triliun berpotensi macet,” katanya, dikutip Tempo. Nailul menambahkan bahwa risiko pembiayaan Kopdes bisa mencapai Rp 28,33 triliun di tahun keenam masa pembayaran.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan masih meninjau skema mitigasi risiko kredit yang diterapkan dalam program Kopdes. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menekankan pentingnya pemantauan dan evaluasi menyeluruh, mengingat program ini masih berada pada tahap percontohan.
“Nanti, kita lihat dulu, karena (Kopdes -red) masih tahap piloting. Justru ini kesempatan untuk saling melengkapi, saling mengisi, saling interaksi agar model bisnis yang sedang disusun dan dicontohkan ini benar-benar bisa menghasilkan yang baik dan pada gilirannya berkelanjutan,” ujar Mahendra, dikutip dari Antara, Selasa, 15 Juli 2025.
Mahendra menyebut bahwa OJK mendukung inisiatif pengembangan koperasi sebagai langkah untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi desa. OJK juga berkomitmen untuk memastikan agar lembaga jasa keuangan menjalankan pembiayaan secara hati-hati dan sesuai prinsip tata kelola yang baik. *)
Reporter: Elany
Editor: Dilina