/

Filsafat Zen: Jalan Sunyi Menuju Ketenangan Batin

/
970 dilihat
5 menit baca

HUMANIORA, Pegaf.com — Ada saatnya manusia berhenti. Bukan karena letih, tetapi karena ingin mendengar kembali detak jantungnya sendiri. Dunia hari ini seperti arus deras yang menyeret kita ke segala arah—pekerjaan, layar, berita, dan janji-janji yang harus ditepati. Di tengah riuh itu, filsafat Zen hadir seperti bisikan di telinga: “Diamlah sejenak. Rasakan napasmu. Engkau masih ada di sini.”

Akar yang Tumbuh dari Keheningan

Zen lahir dari perjumpaan panjang antara Buddhisme Mahayana dan filsafat Tao, berakar di Tiongkok sebagai Chan, lalu berlayar ke Jepang. Ia tidak menawarkan dogma tebal atau kitab-kitab penuh aturan, melainkan mengajak kita menyentuh kehidupan secara langsung. Zen percaya, realitas sejati tidak ditemukan dalam kata-kata, tetapi dalam kesadaran yang hadir penuh.

Ilustrasi: Filsafat Zen, Jalan Sunyi Menuju Ketenangan Batin | Dok. Pegaf.com / Gavier
Ilustrasi: Filsafat Zen, Jalan Sunyi Menuju Ketenangan Batin | Dok. Pegaf.com / Gavier

Bagi Zen, setiap momen adalah rumah. Tidak ada masa lalu untuk disesali, tidak ada masa depan untuk dikejar dengan cemas. Ada hanya sekarang—setetes air yang jatuh di daun, matahari yang pelan menyentuh dinding pagi.

Hadir di Saat Ini

Kita sering hidup seperti bayangan yang berlari mendahului tubuh. Pikiran melayang ke masa depan, hati tertinggal di masa lalu. Zen mengajak kita kembali: duduk diam, napas mengalir, mata setengah tertutup, pikiran dibiarkan datang dan pergi seperti awan. Latihan ini disebut zazen—meditasi duduk yang sederhana, tetapi mampu memulihkan jiwa yang letih.

Baca juga:  Massa Bakar Pagar DPRD Jabar, Polisi Tembakkan Gas Air Mata!

Di sini, keheningan bukanlah ketiadaan. Ia adalah ruang luas tempat pikiran beristirahat, seperti danau yang permukaannya tenang dan memantulkan langit.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

error: Maaf, seluruh konten dilindungi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta!