Ketua Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, mengatakan, “Sejak awal kejadian, kami sudah bekerja di sini dan mendalami kesaksian istri korban,” ujarnya Sabtu, 6 September 2025.
Investigasi mencakup verifikasi kronologi, titik aksi, serta faktor penyebab kematian.
Komnas HAM belum membentuk Tim Pencari Fakta, namun berkoordinasi dengan Itwasum Mabes Polri dan Kapolresta Manokwari.
Mereka juga berencana bertemu dokter untuk memastikan penyebab kematian korban.
Pihak keluarga menolak otopsi, sehingga tim medis Polda Papua Barat belum memberikan keterangan penyebab pasti.
Aksi Berawal dari Penolakan Pemindahan Tahanan Politik
Kerusuhan yang memicu penggunaan gas air mata bermula dari aksi spontan warga Arkuki dan Wirsi di Distrik Manokwari Barat.
Mereka memalang Jalan Yossudarso, membakar ban, dan menuntut agar empat tahanan politik NRFPB tidak dipindahkan dari Sorong ke Makassar.
Kabid Humas Polda Papua Barat mengatakan, “Kami belum dapat memastikan bahwa yang bersangkutan itu korban karena dia tidak menjadi bagian dari massa,” ujarnya, dilansir Kompas.
Pihak kepolisian mengklaim pengendalian dilakukan sesuai prosedur, namun gas air mata menyebar hingga ke permukiman warga sekitar.
Situasi pasca-aksi menjadi sorotan karena berdampak pada kesehatan warga yang tidak terlibat langsung.
Warga Tuntut Transparansi dan Penanganan Kemanusiaan
Peristiwa ini memicu gerakan solidaritas masyarakat yang menuntut transparansi penanganan kasus.
Komnas HAM menargetkan temuan awal segera dipublikasikan agar kasus ini jelas.
Frits Ramandey menegaskan, “Kami ingin semua ini terang benderang, termasuk penanganan pasca-kejadian,” ujarnya.
Mereka juga meminta keterangan Polda dan Polres terkait penggunaan gas air mata dan langkah-langkah mitigasi.
Kematian Septinus menjadi simbol kerentanan warga sipil di tengah konflik horizontal dan pengendalian massa.
Kasus ini menyoroti lemahnya akses darurat kesehatan saat kerusuhan, serta pentingnya prosedur yang mengutamakan keselamatan warga non peserta aksi.
Penyelidikan ini diharapkan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. *)
Reporter: Juan
Editor: Dilina