Peran ASN dan Krisis Moral Kepemimpinan
ASN bukan hanya operator administratif. Di Pegaf—daerah yang berada pada ketinggian 2.000 meter dengan medan curam, konektivitas terbatas, dan akses pembangunan yang rendah—ASN adalah ujung tombak pembangunan. Dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pegaf tahun 2023 hanya 55,40, salah satu yang terendah di Indonesia, maka kesejahteraan ASN menjadi alat penting untuk meningkatkan daya dorong kebijakan daerah.
Dalam Pasal 79 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, disebutkan bahwa ASN berhak memperoleh penghargaan berupa penghasilan, tunjangan, dan fasilitas. Tidak dianggarkannya tunjangan yang sudah menjadi bagian dari sistem kerja tanpa proses formal merupakan pelanggaran terhadap hak dasar pegawai negeri. Ini adalah bentuk pelemahan insentif moral dan profesional ASN dalam menjalankan tugas negara.
Lebih dari itu, fenomena ini menunjukkan krisis etika dalam kepemimpinan. Seorang kepala daerah memiliki kewajiban moral untuk menjadi pelayan bukan penguasa. James MacGregor Burns, dalam teorinya tentang transformational leadership, menekankan bahwa pemimpin yang baik harus mengangkat moral dan semangat bawahannya, bukan meruntuhkannya dengan keputusan sepihak dan sikap lepas tangan.
Jalur Hukum dan Tuntutan Keadilan
Langkah para pejabat eselon Pegaf yang mengancam menempuh jalur hukum adalah konsekuensi logis dari ketidakjelasan kebijakan. Dalam sistem negara hukum, setiap kebijakan publik yang berdampak langsung terhadap hak keuangan individu aparatur harus disertai dasar hukum dan pertanggungjawaban administratif yang jelas.
Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) PP No. 12 Tahun 2019, setiap pengeluaran daerah harus didasarkan pada dokumen pelaksanaan anggaran dan persetujuan legislatif. Bila pos tunjangan operasional tidak dihapus dalam dokumen anggaran pembahasan, maka pemotongan atau pengabaian tunjangan secara sepihak bisa ditinjau sebagai tindakan maladministrasi.
Komisi ASN dalam surat edaran tahun 2021 juga menegaskan bahwa pemotongan tunjangan atau kompensasi ASN tanpa SK atau regulasi daerah resmi melanggar prinsip kepastian hukum. Maka, jika tidak segera dijawab secara administratif, para ASN bisa membawa persoalan ini ke Ombudsman RI, PTUN, atau bahkan KASN sebagai langkah sah dalam rangka perlindungan hak kerja dan martabat pegawai.