Jalan Keluar: Regulasi dan Komunikasi Terbuka
Langkah terbaik saat ini adalah menyelenggarakan dialog terbuka antara ASN, Bupati, Sekda, Bappeda, dan Badan Keuangan Daerah. Permasalahan kesejahteraan ASN bukan semata soal dana, melainkan soal komunikasi, partisipasi, dan rasa keadilan. Pemerintah daerah perlu melakukan audit internal untuk memastikan bahwa penghapusan atau tidak dianggarkannya tunjangan ini tidak melanggar asas keberlanjutan program dalam pengelolaan keuangan daerah.
Pemerintah daerah juga seharusnya menginisiasi pembuatan Peraturan Bupati (Perbup) atau bahkan Peraturan Daerah (Perda) khusus yang mengatur tunjangan operasional berdasarkan wilayah tugas, indeks kesulitan geografis, dan beban kerja. Regulasi yang eksplisit akan melindungi keberlangsungan hak ASN dari perubahan politik di masa mendatang.
Bila anggaran murni tahun 2025 tidak memungkinkan, maka usulan ASN agar tunjangan diakomodir dalam APBD Perubahan (P-APBD) tahun 2025 adalah usulan masuk akal dan konstitusional. DPRD Pegaf sebagai lembaga legislatif daerah juga perlu menjalankan fungsi pengawasan dan penganggaran secara aktif untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap prinsip pelayanan publik.
Jangan Mainkan Hak Aparatur
Ketika pejabat publik mempermainkan hak pegawainya, maka pemerintahan sedang menggali lubang kejatuhan birokrasi. Kesejahteraan ASN bukan insentif politik yang bisa dinegosiasikan, melainkan hak administratif yang dijamin undang-undang.
Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak perlu mengakhiri polemik ini dengan transparansi, tanggung jawab, dan keterbukaan hati untuk mendengar. Sebab dalam sebuah negara hukum, kekuasaan tidak dijalankan dengan arogansi, melainkan dengan akuntabilitas dan welas asih kepada rakyat dan pelayan-pelayan negara.
Semoga dari krisis ini lahir kesadaran baru tentang pentingnya kesinambungan kebijakan, etika kepemimpinan, dan perlindungan hukum atas kerja-kerja birokrasi yang sering tak terlihat namun menentukan masa depan pelayanan publik. *)
Penulis: Tim Redaksi
Editor: Dilina