Dampak Langsung: Pemerintahan yang Tak Kondusif
Pemerintahan yang sehat tidak dapat berjalan dengan baik jika para pejabatnya bekerja dalam suasana ketidakpastian ekonomi. Bagi banyak pejabat eselon di Pegaf, tunjangan operasional adalah instrumen utama untuk menjalankan tugas, terutama di daerah sulit jangkauan seperti Distrik Hingk, Didohu, dan Testega. Tanpa tunjangan tersebut, akses ke lapangan, biaya komunikasi, hingga kebutuhan dasar keluarga terganggu.
Kondisi ini bukan hanya mengancam kesejahteraan individu ASN, tetapi juga menghambat pelayanan publik secara menyeluruh. Dalam laporan Kemenpan-RB tahun 2023, disebutkan bahwa motivasi ASN dalam melayani masyarakat sangat dipengaruhi oleh kepastian tunjangan dan iklim kerja yang adil.
Potensi Masalah Hukum dan Sosial
Jika tuntutan para pejabat ini tidak digubris, maka bukan tidak mungkin kasus ini akan berkembang menjadi konflik hukum dan sosial. Para ASN dapat menempuh jalur mekanisme keberatan administratif, sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahkan membawa kasus ini ke Ombudsman atau Mahkamah Konstitusi jika perlu. Tidak hanya itu, ketidakpuasan ini juga dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap kepemimpinan daerah, terutama jika opini WTP dijadikan tameng semu.
Konflik seperti ini pernah terjadi di Kabupaten Puncak Jaya dan Pegunungan Bintang, ketika pemangkasan tunjangan menyebabkan gelombang mogok kerja dan menurunnya pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan.
Solusi: Kembali ke Prinsip Keadilan Anggaran
Pemda Pegaf harus menyadari bahwa opini WTP hanyalah satu aspek administratif, bukan cerminan keberhasilan substansial. Yang lebih penting adalah bagaimana anggaran daerah menyentuh kebutuhan rakyat dan aparaturnya secara adil. Tuntutan para pejabat seharusnya dibaca sebagai peringatan bahwa indikator kinerja keuangan belum tentu sejalan dengan rasa keadilan di lapangan.
Oleh karena itu, perlu segera dilakukan:
- Audit ulang atas kebijakan anggaran 2024 dan 2025, khususnya pada pos tunjangan ASN.
- Dialog terbuka antara ASN, Sekda, Bappeda, dan Bupati.
- Transparansi pengelolaan keuangan, dengan membuka dokumen perencanaan kepada publik.
- Evaluasi tahunan atas dampak tak dianggarkannya tunjangan, dengan melibatkan lembaga independen.
Antara Prestasi dan Realitas
Lima kali WTP tentu membanggakan. Namun, kebanggaan ini akan terasa hampa jika ASN merasa diperlakukan tidak adil. Pemerintahan yang ideal bukan hanya tentang laporan keuangan yang rapi, tetapi juga tentang bagaimana rencana dan realisasi anggaran berdampak pada orang-orang yang menjalankan roda birokrasi.
Jika pemimpin daerah tidak segera merespons suara ASN, maka opini WTP hanyalah prestasi kosong yang menutup wajah buram birokrasi. Sebab, pada akhirnya, keadilan anggaran bukan hanya soal angka, tetapi juga soal rasa dan etika. *)
Penulis: Elany
Editor: Dilina