Ilustrasi Jalan Rusak, Pungli Bertebaran: Potret Suram Pagi Hari di Prafi | Dok. Pegaf.com
Ilustrasi Jalan Rusak, Pungli Bertebaran: Potret Suram Pagi Hari di Prafi | Dok. Pegaf.com
/

Jalan Rusak, Pungli Bertebaran: Potret Suram Pagi Hari di Prafi

/
1657 dilihat
6 menit baca

Setiap pagi, sebagian besar karyawan yang bekerja di Manokwari harus melewati jalur Prafi SP 1, tepatnya di Distrik Prafi, dengan satu persiapan penting: uang recehan seribuan dan dua ribuan. Bukan untuk jajan atau parkir, melainkan untuk membayar pungutan liar (pungli) yang menguasai sepanjang jalan Umbui. Fenomena ini bukan sekali dua kali terjadi. Hampir setiap hari, para pengguna jalan harus merogoh kocek hingga sepuluh ribu atau bahkan lima belas ribu rupiah hanya untuk satu kali perjalanan. Bagi sebagian orang, ini adalah pengeluaran harian yang terpaksa.

Para pungli ini bukan aparat, bukan pegawai resmi, melainkan kelompok warga yang berinisiatif menimbun jalan berlubang atau membersihkan rumput yang menutupi badan jalan. Mereka berdiri di tengah jalan, menahan setiap kendaraan, dan mewajibkan para pengendara membayar ‘jasa’ yang mereka lakukan. Jika tidak membayar, mereka kadang mengancam atau membiarkan pengendara melintas di jalur yang rusak tanpa perbaikan. Kondisi ini menimbulkan keresahan yang meluas di kalangan karyawan, pelajar, hingga masyarakat umum yang setiap hari bergantung pada jalan tersebut.

Jalan Rusak yang Dibiarkan

Jalan Umbui menjadi saksi bisu bagaimana perawatan infrastruktur bisa terabaikan begitu lama. Lubang-lubang besar menganga di berbagai titik, sebagian bahkan tergenang air saat hujan. Tidak ada tanda-tanda perbaikan dari dinas terkait. Sementara itu, rumput liar yang tumbuh di tepi jalan mulai merayap ke badan jalan, mempersempit ruang bagi kendaraan yang melintas.

Baca juga:  Politik Suara Lantang: Ketika Narasi Tak Menyentuh Akar Papua

Kondisi jalan yang buruk membuka celah bagi munculnya pungli. Kelompok-kelompok warga melihat peluang dan mengambil alih peran yang seharusnya dipegang oleh pemerintah. Mereka membawa alat sederhana seperti sekop, cangkul, dan karung berisi tanah. Mereka menimbun lubang jalan dengan pasir atau batu seadanya, lalu berdiri meminta bayaran pada setiap kendaraan yang lewat.

Ilustrasi Jalan Rusak, Pungli Bertebaran: Potret Suram Pagi Hari di Prafi | Dok. Pegaf.com
Ilustrasi Jalan Rusak, Pungli Bertebaran: Potret Suram Pagi Hari di Prafi | Dok. Pegaf.com

Beberapa kelompok bahkan terlihat bergantian menempati titik-titik tertentu. Ada yang membersihkan rumput, ada yang menimbun lubang, dan ada pula yang hanya berdiri dengan dalih sudah menjaga jalan. Semua kelompok itu menagih bayaran kepada setiap pengguna jalan tanpa aturan yang jelas. Tidak ada tarif resmi, namun pengendara seperti sudah tahu ‘harga pasaran’ yang harus dibayar untuk menghindari masalah.

Kemiskinan dan Pengangguran Jadi Akar Masalah

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pungli ini mayoritas adalah warga setempat yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Sebagian besar dari mereka putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk bersaing di dunia kerja. Lapangan pekerjaan di daerah sekitar Distrik Prafi sangat terbatas, memaksa mereka mencari cara bertahan hidup dengan cara yang dianggap ‘praktis’ meski menyalahi aturan.

Beberapa warga yang ditemui di lokasi mengaku terpaksa melakukan pungli karena tidak ada pilihan lain. Mereka merasa pemerintah tidak pernah hadir untuk memperbaiki jalan atau menyediakan pekerjaan yang layak. Sementara kebutuhan hidup setiap hari harus tetap dipenuhi.

Baca juga:  Bendera One Piece Bukan Ancaman Hukum Negara

“Saya kerja begini karena mau makan. Kalau tunggu pemerintah perbaiki jalan, mungkin jalan ini tetap rusak bertahun-tahun,” ujar salah satu pungli yang enggan menyebutkan namanya.

Di sisi lain, ketidakhadiran dinas terkait memperburuk situasi. Dinas Pekerjaan Umum dan instansi lain yang bertanggung jawab tampak membiarkan jalan-jalan berlubang tanpa penanganan cepat. Pemerintah seperti menutup mata atas keberadaan pungli yang semakin marak.

Pembiaran yang Membahayakan

Praktik pungli di jalan Prafi SP 1 tidak hanya membebani pengguna jalan secara ekonomi, tetapi juga membahayakan keselamatan. Beberapa pengendara terpaksa mengerem mendadak karena pungli tiba-tiba muncul dan menghentikan laju kendaraan. Situasi seperti ini rawan menyebabkan kecelakaan, apalagi jika kendaraan di belakang tidak siap.

Hingga kini, belum ada langkah tegas dari aparat keamanan maupun dinas terkait untuk menertibkan para pungli. Pemerintah Kabupaten Manokwari terkesan lamban dalam merespon persoalan ini. Tidak ada sosialisasi, tidak ada pengawasan, bahkan perbaikan jalan pun belum terlihat.

Masyarakat berharap pemerintah segera hadir dan mengambil alih tanggung jawab yang selama ini diabaikan. Jalan yang rusak harus segera diperbaiki secara menyeluruh agar praktik pungli tidak lagi mendapat celah. Selain itu, dinas-dinas terkait perlu menciptakan lapangan kerja baru atau pelatihan keterampilan bagi warga setempat agar mereka memiliki pilihan pekerjaan yang lebih layak dan manusiawi.

Menunggu Tindakan Nyata

Jika dibiarkan berlarut-larut, praktik pungli di sepanjang jalan Umbui akan semakin mengakar dan sulit diberantas. Pemerintah daerah harus melihat persoalan ini secara menyeluruh: dari sisi infrastruktur, sosial, hingga ekonomi. Pengguna jalan berhak melintas dengan aman dan nyaman tanpa harus membayar biaya tak resmi setiap hari. Warga yang bekerja sebagai pungli pun berhak mendapatkan akses pekerjaan yang lebih bermartabat.

Baca juga:  Pegunungan Arfak Tertinggal: Satgas Makan Bergizi Tak Juga Dibentuk

Kini masyarakat menunggu, apakah pemerintah akan segera memperbaiki jalan dan memberantas pungli? Atau justru membiarkan keadaan seperti ini menjadi ‘normal’ yang terus berlangsung? Yang jelas, setiap pagi, para karyawan, pelajar, dan warga lainnya tetap harus menyiapkan uang recehan untuk bisa melintasi jalan Prafi SP 1 tanpa gangguan. *)

Penulis: Tim Redaksi

Editor: Dilina

Ilustrator: Gavier

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

error: Maaf, seluruh konten dilindungi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta!