/

Membaca “Manifesto Politik Yesus” Guche Lugo: Tafsir Iman yang Menggugat

/
876 dilihat
8 menit baca
  • Judul: Manifesto Politik Yesus
  • Pengarang : Lugo, Gunche
  • Penerbit: Andi, Yogyakarta
  • Tahun Terbit: 2009
  • ISBN: 979 29 1033 9
  • Bahasa: Indonesia
  • Halaman: xxiv + 200 hlm

ULAS BUKU, Pegaf.com — Buku Manifesto Politik Yesus karya Guche Lugo, yang diterbitkan oleh penerbit Andi, adalah sebuah undangan untuk melihat ulang wajah Yesus dalam kacamata politik dan praksis sosial. Lugo mengajak pembaca menanggalkan gambaran Yesus yang sering dipinggirkan dari ruang publik dan membungkus-Nya hanya sebagai tokoh spiritual privat. Ia menantang pandangan tersebut dengan mengajukan argumen bahwa Yesus adalah figur yang menyampaikan manifesto politik yang relevan, tajam, dan kontekstual untuk kehidupan masyarakat—terutama dalam menghadapi ketidakadilan struktural.

Menggeser Lensa: Dari Rohani Privat ke Politik Publik

Guche Lugo membuka buku ini dengan sebuah pertanyaan provokatif: “Jika Yesus datang hari ini, apakah Dia akan berbicara di mimbar gereja atau di jalan bersama buruh, petani, dan orang tertindas?” Pertanyaan itu menjadi benang merah seluruh isi buku. Lugo membongkar pandangan bahwa iman Kristen semata-mata soal urusan batin, dan menegaskan bahwa Yesus hadir untuk menantang sistem yang menindas, membebaskan yang tertindas, serta mengajarkan politik Kerajaan Allah yang berorientasi pada keadilan dan pembaruan sosial.

Dalam pembacaan Lugo, politik Yesus bukanlah politik kekuasaan yang dimainkan oleh penguasa Romawi atau elite Yahudi pada zamannya. Politik-Nya adalah politik alternatif, yang membalikkan struktur sosial, mengangkat yang rendah, dan meruntuhkan takhta yang congkak. Ia meminjam narasi Injil untuk menunjukkan bahwa warta Yesus tak hanya menyentuh hati individu, tetapi juga merombak tatanan sosial.

Baca juga:  Membaca Kota yang Sunyi

Kerajaan Allah: Manifesto Perlawanan

Salah satu kekuatan buku ini adalah penekanan Lugo pada konsep “Kerajaan Allah” sebagai pusat manifesto politik Yesus. Kerajaan ini, menurutnya, bukan entitas abstrak yang hanya hadir di akhir zaman, melainkan sebuah realitas sosial yang mulai diwujudkan di tengah dunia. Kerajaan Allah berarti struktur kehidupan yang adil, tanpa diskriminasi, tanpa penindasan, di mana setiap orang memiliki akses terhadap sumber daya dan martabat yang sama.

Lugo membongkar pernyataan Yesus dalam Khotbah di Bukit sebagai teks politik. “Berbahagialah orang miskin…,” kata Yesus, bukan sekadar penghiburan batin, melainkan sebuah deklarasi pembalikan nilai: di tengah sistem ekonomi-politik yang mengabaikan yang miskin, Yesus mengangkat mereka menjadi pusat perhatian dan prioritas. Dengan cermat, Lugo mengaitkan prinsip ini dengan konteks ketimpangan sosial kontemporer.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

error: Maaf, seluruh konten dilindungi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta!