Dampak Positif MBG di Daerah Lain
Program MBG terbukti membawa dampak positif di daerah yang sudah membentuk satgas pengawasan.
Siswa di Kaimana dan Teluk Bintuni menyampaikan terima kasih bahkan mengajukan menu favorit kepada petugas dapur sekolah.
Respon positif ini menunjukkan keterlibatan satgas dapat meningkatkan kepuasan penerima manfaat secara langsung di lapangan.
Pihak sekolah juga merasa terbantu karena satgas memastikan kualitas menu sesuai dengan panduan gizi.
Namun, keberhasilan ini belum tentu dirasakan di daerah yang belum membentuk satgas, termasuk Pegaf.
Tanpa mekanisme pengawasan jelas, kualitas dan kelancaran distribusi makanan bergizi bisa menurun.
Akibatnya, tujuan utama program untuk meningkatkan status gizi anak-anak bisa gagal tercapai.
Hal ini tentu merugikan generasi muda Pegaf yang membutuhkan dukungan gizi optimal.
Kendala Fasilitas Pendukung di Lapangan
Selain satgas, pelaksanaan MBG di Papua Barat juga terkendala keterbatasan Unit Layanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Contohnya, Manokwari memerlukan 19 SPPG, namun baru memiliki sembilan unit yang beroperasi.
Keterbatasan ini membuat distribusi makanan bergizi tidak merata di seluruh sekolah sasaran.
BGN telah memulai pembangunan tiga SPPG tambahan untuk memperluas jangkauan program di Manokwari.
Jika Pegaf ingin ikut menyukseskan program MBG, pembentukan satgas dan pembangunan SPPG harus dilakukan bersamaan.
Keterlibatan sektor swasta dalam pengelolaan dapur dan suplai bahan makanan juga penting untuk dioptimalkan.
Tanpa dukungan fasilitas memadai, keberadaan satgas pun tidak akan bekerja efektif di lapangan.
Infrastruktur dan sumber daya manusia menjadi dua faktor utama yang menentukan keberhasilan program MBG.
Pentingnya Langkah Cepat Pegaf
Waktu berjalan cepat, sementara target peningkatan gizi anak-anak dan kelompok rentan terus menunggu realisasi nyata.
Pembentukan Satgas MBG di Pegaf akan menjadi langkah awal memperbaiki mekanisme pengawasan dan distribusi.
Dengan satgas, pemerintah daerah bisa lebih cepat mendeteksi masalah dan menemukan solusi tanpa harus menunggu lama.
Keterlambatan pembentukan satgas membuat Pegaf berisiko tertinggal dibandingkan daerah lain di Papua Barat.
Padahal, daerah pegunungan memiliki tantangan distribusi lebih besar dibandingkan wilayah pesisir atau perkotaan.
BGN mengingatkan bahwa kerja sama semua pihak adalah kunci, mulai dari pemerintah pusat hingga komunitas lokal.
Sinergi lintas sektor akan mempercepat pencapaian tujuan program dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Pegaf.
“Ini bukan sekadar program makan gratis, tetapi investasi kesehatan masa depan anak-anak,” kata Erika Vionita.