/

Pendidikan yang Membebaskan

Peran Mengatasi Pengaruh Arus Globalisasi yang Menghancurkan

/
1345 dilihat
11 menit baca

Tantangan Era Digital dan Pengaruh Globalisasi

Tantangan masa kini cukup kompleks,  beberapa masalah nyata yang sering terjadi di sekeliling kita misalnya:

  • Kecanduan Teknologi dan Media Sosial ( Medsos): Banyak anak muda menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial, dan game online. Ini memengaruhi kesehatan mental, fisik, dan kemampuan bersosialisasi.
  • Krisis Identitas dan Jati Diri: Terlalu banyaknya pengaruh luar tanpa panduan yang kuat dari keluarga dan budaya lokal, menyebabkan remaja mudah bingung tentang siapa diri mereka.
  • Tekanan Sosial dan Mental Health: Generasi ini menghadapi tekanan besar untuk tampil sempurna di media sosial, mendapatkan prestasi akademik, dan diterima oleh lingkungan. Hal ini memicu kecemasan, depresi, dan bahkan bunuh diri.
  • Minimnya Pendidikan Karakter dan Spiritualitas: Kemajuan teknologi tidak selalu diimbangi dengan pembentukan karakter dan nilai spiritual. Akibatnya, banyak remaja kurang empati, disiplin, dan bertanggung jawab.
  • Kesenjangan Sosial dan Pendidikan: Di banyak daerah terpencil, seperti pedalaman Papua, akses pendidikan masih terbatas. Sementara di kota, remaja memiliki akses luas tapi kurang arahan moral.

Jadi, teknologi itu bersifat netral, namun tanpa kontrol, ia menjadi alat yang bisa menghancurkan masa depan anak bangsa. Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang bisa menyaring arus informasi dan mengarahkan generasi muda untuk tetap teguh pada nilai dan arah hidup yang benar.

Pendidikan dan Teknologi dalam Pandangan Alkitab serta Para Tokoh Pendidikan

Dalam perspektif Alkitab, pendidikan bukan sekadar proses intelektual, melainkan sarana pembentukan karakter yang berakar pada takut akan Tuhan dan kebenaran. Amsal 22:6 menegaskan, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu.” Pendidikan yang sejati membentuk arah hidup, bukan hanya mengisi pikiran.

Baca juga:  Membaca Kota yang Sunyi

Di tengah perkembangan teknologi yang sangat pesat, Alkitab juga memberi prinsip penilaian. 1 Korintus 10:23 mengatakan, “Segala sesuatu diperbolehkan, tetapi tidak semuanya berguna.” Dengan kata lain, meski teknologi dapat dimanfaatkan untuk banyak hal, penggunaannya harus disikapi dengan bijaksana. Roma 12:2 mengingatkan kita untuk “tidak menjadi serupa dengan dunia ini,” melainkan diperbarui dalam akal budi, sehingga nilai-nilai iman tetap kokoh dalam derasnya arus digitalisasi.

Pandangan ini selaras dengan sejumlah pemikir pendidikan modern. John Dewey, misalnya, menekankan bahwa pendidikan harus bersifat aktif dan partisipatif, bukan sekadar menghafal. Neil Postman memperingatkan bahwa teknologi bisa menjadi bumerang jika tidak disertai nilai-nilai yang kuat. Howard Gardner berpendapat bahwa teknologi seharusnya memperkuat berbagai jenis kecerdasan manusia, bukan menghilangkan sisi kemanusiaan.

Sugata Mitra menunjukkan bahwa anak-anak dapat belajar secara mandiri dengan bantuan teknologi, namun tetap dibutuhkan arahan nilai agar tidak kehilangan arah. Salman Khan menegaskan pentingnya kolaborasi antara teknologi dan peran guru agar pendidikan tetap bermakna. Sementara itu, Paulo Freire melihat pendidikan sebagai alat pembebasan, bukan alat untuk menekan atau memanipulasi pikiran.

Dengan demikian, pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang berakar pada nilai-nilai kekal dan terbuka terhadap perkembangan zaman, namun tetap bersikap kritis terhadap dampak teknologi. Dalam terang iman, teknologi harus menjadi alat untuk membangun manusia seutuhnya yang cerdas, bermoral, dan takut akan Tuhan.

Baca juga:  Raja Ampat di Persimpangan

Peran Kunci Menghadapi Tantangan

Di tengah arus perubahan zaman yang kian cepat, khususnya dalam bidang teknologi dan pendidikan, semua pihak memiliki peran penting dan strategis dalam menghadapi tantangan yang ada. Tantangan ini bukan hanya soal akses terhadap teknologi, tetapi lebih dalam menyangkut nilai, karakter, dan arah hidup generasi masa depan.

Orang Tua menjadi garda terdepan dalam mendampingi anak menghadapi dunia digital. Mereka tidak hanya berperan sebagai penyedia fasilitas, tetapi juga harus menjadi teladan dalam penggunaan teknologi yang bijak. Dengan membatasi penggunaan gadget secara proporsional dan membina komunikasi yang terbuka dan aktif, orang tua dapat membantu anak membentuk kebiasaan yang sehat dan bertanggung jawab dalam menggunakan teknologi.

Guru dan Sekolah memegang tanggung jawab besar dalam menanamkan nilai-nilai karakter yang kuat. Pendidikan tidak cukup hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga harus menyentuh aspek moral dan spiritual. Guru perlu mengintegrasikan pendidikan etika digital dalam proses belajar-mengajar, agar siswa memahami batasan dan tanggung jawab dalam dunia maya. Sekolah menjadi tempat strategis untuk membentuk generasi yang cerdas sekaligus berintegritas.

Generasi Muda sendiri harus didorong untuk menjadi pribadi yang bijak dan bertanggung jawab. Mereka perlu belajar memilah informasi yang membanjiri dunia digital, mengembangkan kedisiplinan dalam belajar dan hidup, serta mencari makna sejati yang melampaui sekadar popularitas atau hiburan sesaat. Dalam dunia yang serba cepat dan instan, kemampuan untuk merenung, berpikir kritis, dan hidup dengan tujuan menjadi sangat penting.

Baca juga:  Ironi WTP Lima Kali dan Tunjangan yang Hilang

Sementara itu, pemerintah dan masyarakat juga tidak boleh tinggal diam. Peran mereka sangat krusial dalam menyaring dan mengawasi konten digital yang tersebar luas. Pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang mendorong terciptanya ekosistem digital yang sehat, aman, dan edukatif. Masyarakat secara umum pun perlu meningkatkan literasi digital, agar tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang menyesatkan, dan mampu mendampingi generasi muda menuju arah yang benar.

Dengan sinergi antara keluarga, sekolah, generasi muda, pemerintah, dan masyarakat, tantangan pendidikan dan teknologi dapat dihadapi dengan bijak. Teknologi dan manfaatnya, bukan untuk ditolak, tetapi untuk dikelola demi kebaikan bersama dan masa depan yang lebih bermakna.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

error: Maaf, seluruh konten dilindungi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta!