Perempuan di Titik Nol karangan Nawal el - Saadawi | Dok. Pegaf.com
Perempuan di Titik Nol karangan Nawal el - Saadawi | Dok. Pegaf.com
/

Perempuan di Titik Nol – Jeritan Sunyi dari Penjara Patriarki

/
1109 dilihat
4 menit baca
Perempuan di Titik Nol karangan Nawal el - Saadawi | Dok. Pegaf.com
  • Judul: Perempuan di Titik Nol
  • Penulis: Nawal El Saadawi
  • Penerbit: Yayasan Obor Indonesia
  • Tahun Terbit: 2010
  • Jumlah Halaman: 156
  • ISBN: 978-979-461-040-2

Buku Perempuan di Titik Nol (Woman at Point Zero) karya Nawal El Saadawi adalah karya sastra yang tidak hanya mengguncang kesadaran pembaca, tetapi juga menampar wajah sistem sosial yang menindas perempuan secara sistematis. Ditulis berdasarkan pengalaman nyata seorang narapidana perempuan di Mesir, buku ini berhasil menyuguhkan potret getir tentang ketidakadilan gender, kemiskinan, kekerasan seksual, dan penindasan struktural yang terus berulang dalam masyarakat patriarkal.

Nawal El Saadawi, seorang psikiater sekaligus aktivis feminis asal Mesir, menulis buku ini setelah bertemu dengan Firdaus, seorang narapidana yang divonis mati karena membunuh seorang mucikari. Pertemuan singkat itu justru membuka tirai panjang tentang sejarah kelam seorang perempuan yang hidup di ujung ketidakberdayaan, namun memilih kematian sebagai bentuk pembebasan. Dengan gaya narasi yang lugas namun menyentuh, Saadawi mengajak pembaca menyusuri lorong gelap pengalaman Firdaus—dari masa kecil yang penuh kekerasan, remaja yang direnggut paksa keperawanannya, hingga dewasa sebagai korban perbudakan seksual.

Cerita ini tidak berhenti sebagai kisah individu. Sebaliknya, Saadawi secara sadar membingkai pengalaman Firdaus sebagai cermin dari sistem sosial yang lebih luas. Firdaus, sejak kecil, telah terjebak dalam kekuasaan laki-laki—ayah yang kasar, paman yang memanfaatkan, suami yang brutal, hingga sistem hukum yang tidak berpihak. Bahkan ketika ia mencoba mengambil alih kendali atas tubuh dan hidupnya dengan menjadi pekerja seks mandiri, masyarakat tetap mengecapnya sebagai pendosa. Ironisnya, ketika ia akhirnya melakukan pembunuhan untuk mempertahankan harga dirinya, ia justru dihukum mati oleh negara yang selama ini membiarkan kekerasan terhadap dirinya terjadi.

Baca juga:  Sekolah Gratis yang Tak Lagi “Gratis”: Antara Janji Negara dan Realitas Warga

Kekuatan utama buku ini terletak pada penyusunan emosi dan struktur cerita yang progresif. Saadawi menulis dengan nada yang tajam namun tidak berteriak. Ia membiarkan Firdaus bercerita sendiri, seolah memberi panggung terakhir bagi seorang perempuan yang selama hidupnya tak pernah benar-benar didengar. Melalui monolog Firdaus, pembaca diajak untuk tidak hanya berempati, tetapi juga merenung, marah, dan mempertanyakan sistem nilai yang selama ini dianggap wajar.

Selain itu, buku ini juga menawarkan refleksi filosofis yang dalam. Titik nol dalam judul bukan hanya menunjukkan batas akhir kehidupan, melainkan juga simbol kehancuran total yang justru melahirkan kesadaran baru. Firdaus memilih kematian bukan karena lemah, tetapi karena itu satu-satunya cara untuk benar-benar bebas dari segala bentuk dominasi. Inilah paradoks tragis yang disuguhkan Saadawi—bahwa dalam dunia yang tidak adil, kematian bisa menjadi satu-satunya bentuk kemerdekaan.

Buku ini memang singkat, namun dampaknya mendalam. Setiap halaman membawa luka, setiap paragraf mengandung perlawanan. Saadawi tidak menawarkan solusi instan, tetapi ia memberi pembaca senjata paling tajam: kesadaran. Dan kesadaran itu, bila dipelihara dan diperluas, bisa menjadi awal dari revolusi sosial yang lebih adil bagi perempuan.

Secara keseluruhan, Perempuan di Titik Nol adalah bacaan yang wajib bagi siapa pun yang peduli pada isu keadilan gender, hak asasi manusia, dan perjuangan melawan kekerasan sistemik. Buku ini mungkin membuat kita marah, sedih, dan bahkan putus asa. Namun justru dari titik-titik emosi itulah, pembaca diajak untuk mulai bergerak—tidak diam, tidak pasrah, dan tidak menyerah seperti Firdaus yang memilih untuk bersuara meskipun di ambang kematian. *)

Penulis: Elany

*) Elany, lahir di Pegunungan Arfak pada 17 Mei. Penulis yang tertarik dalam bidang humanisme dan sastra. Suka mancing, membaca, dan bikin puisi.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

error: Maaf, seluruh konten dilindungi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta!