OPINI, Pegaf.com — Indonesia kembali berada di sebuah persimpangan penting. Apakah kita akan terus berjalan di jalur eksploitasi sumber daya alam seperti masa lalu, atau memilih jalur baru yang lebih adil dan berkelanjutan?
Kekayaan sumber daya alam Indonesia seakan tak terbatas. Dari tambang emas hingga batu bara, dari hutan tropis hingga terumbu karang, semuanya terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Namun kekayaan ini juga membawa tantangan besar, terutama bagi wilayah-wilayah penghasil seperti Papua, termasuk kawasan sensitif Raja Ampat di Papua Barat Daya.
Raja Ampat dikenal sebagai “jantung segitiga karang dunia,” menyimpan lebih dari 75% spesies karang yang ada di seluruh dunia dan menjadi rumah bagi ribuan spesies laut lainnya. Sayangnya, kawasan ini kini berada dalam ancaman yang nyata. Praktik perikanan ilegal, pembukaan lahan besar- besaran, dan ekspansi industri ekstraktif mulai menyusup ke ruang hidup dan ekosistem yang selama ini dijaga.

Sebagai relawan di lapangan, saya menyaksikan sendiri tekanan terhadap lingkungan tak hanya datang dari praktik industri, tapi juga dari kebijakan pembangunan yang abai terhadap keberlanjutan. Pemerintah pusat dan daerah sering kali masih terpaku pada paradigma lama: pertumbuhan ekonomi cepat, meski dengan ongkos sosial dan ekologis yang mahal.
Belajar dari Negara Maju, Jangan Ulangi Kesalahan Lama
Negara-negara maju pernah menempuh jalan yang sama—eksploitasi habis-habisan untuk pertumbuhan ekonomi. Namun kini, mereka justru memimpin transisi menuju pembangunan hijau.
Norwegia, misalnya, tak hanya menjadi produsen minyak besar, tetapi juga membentuk Sovereign Wealth Fund (Dana Abadi) dari hasil minyaknya. Dana tersebut kini menjadi yang terbesar di dunia dan ditujukan untuk kesejahteraan generasi mendatang. Di sektor kehutanan, Kanada menerapkan sistem pengelolaan berbasis konservasi dan transparansi industri. Australia bahkan memperkuat hak masyarakat adat dalam menjaga ekosistem lokal mereka.
Sayangnya, Indonesia—terutama di kawasan timur seperti Papua—belum banyak bergerak ke arah tersebut. Industri ekstraktif masih menjadi poros utama pembangunan. Teknologi masih bergantung pada asing, regulasi lemah, dan masyarakat adat kerap tersisih dari proses pengambilan keputusan.
Peluang Menuju Perubahan
Indonesia masih punya peluang untuk memperbaiki arah pembangunan. Raja Ampat, dan wilayah sejenis, bisa menjadi ikon nasional pembangunan berbasis ekologi dan keadilan sosial.
Beberapa langkah konkret yang dapat diambil antara lain:
- Menghentikan pemberian izin industri ekstraktif di kawasan konservasi tinggi seperti Raja Ampat.
- Melibatkan masyarakat adat secara aktif dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan.
- Mengembangkan ekowisata dan perikanan berkelanjutan yang dikelola langsung oleh komunitas lokal.
- Menerapkan transparansi industri melalui skema seperti Extractive Industries Transparency Initiative (EITI).
- Mendirikan Dana Abadi Lokal dari hasil sumber daya alam, khusus untuk investasi jangka panjang bagi masyarakat dan ekosistem.
Menentukan Warisan Kita: Lestari atau Hancur
Pilihan kita hari ini akan menentukan seperti apa Indonesia esok. Apakah kita akan meninggalkan warisan alam yang bisa dibanggakan oleh generasi mendatang, atau justru kerusakan permanen yang tak bisa dipulihkan?
Raja Ampat adalah simbol dari pertaruhan besar itu. Kita bisa tetap terjebak dalam pola lama, atau memimpin dunia sebagai negara tropis pertama yang sukses menerapkan pembangunan hijau dengan wajah manusiawi.
Pilihan itu ada di tangan kita sekarang—dan waktu kita tidak banyak. *)
Penulis: Arius
*) Arius Adeputra Sabarofek, adalah penulis independen dan pemerhati isu-isu Papua. Ia aktif dalam literasi masyarakat dan konservasi lingkungan, serta kerap menulis opini tentang sosial-politik dan pembangunan berkelanjutan di wilayah timur Indonesia.