Perbaikan status gizi memerlukan waktu dan konsistensi, apalagi jika intervensinya bersifat promotif, bukan kuratif.
Oleh karena itu, indikator keberhasilan MBG harus mencakup tiga lapisan: kepatuhan prosedur distribusi, perubahan status gizi penerima, dan dampak jangka panjang pada prestasi belajar.
Menurut teori results-based management (UNDP, 2009), keberhasilan program publik diukur berdasarkan output (hasil langsung), outcome (hasil menengah), dan impact (hasil jangka panjang).
Dalam konteks MBG, indikator jangka pendek seperti tingkat kepatuhan prosedur dan kelayakan makanan jauh lebih relevan dievaluasi dalam tahun pertama dibandingkan dampak akademik.
Dengan kerangka ini, pemerintah dapat menghindari penilaian prematur yang tidak berdasar pada realitas biologis dan sosial penerima manfaat.
Reformasi MBG: Dari Komoditas Politik ke Kebijakan Berkelanjutan
Program MBG sejatinya merupakan langkah progresif yang patut diapresiasi karena menggeser janji kampanye menjadi realisasi kebijakan konkret.
Namun, transformasi dari komoditas politik menjadi kebijakan publik yang berkelanjutan hanya mungkin terjadi jika reformasi tata kelola dilakukan.
Prinsip deliverology menawarkan kerangka yang dapat membantu pemerintah membangun sistem pemantauan berbasis bukti, memperbaiki rantai suplai, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Pemerintah perlu berani mengevaluasi pedoman MBG dengan melibatkan aktor lokal sejak tahap perencanaan hingga evaluasi.
Pendekatan partisipatif ini akan mengurangi risiko keracunan massal, menghemat anggaran, dan memastikan program benar-benar berdampak positif bagi generasi mendatang.
Jika hal ini dilakukan, MBG dapat menjadi model kebijakan sosial yang menggabungkan gizi, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi lokal secara berkelanjutan. *)
Penulis: Tim Redaksi
Editor: Dilina