/

Suara Ibu Itu Lebih Nyaring dari Peluru

/
1206 dilihat
7 menit baca

HUMANIORA, Pegaf.com — Sejarah manusia penuh dengan jejak kekerasan yang mengoyak kemanusiaan. Namun, di tengah kepiluan itu, selalu ada momen-momen kecil yang justru menerangi sisi terdalam dari keberanian dan cinta. Salah satunya adalah peristiwa di Babyn Yar (Babi Yar), Kyiv, Ukraina, pada tahun 1941—di mana suara seorang ibu muda yang menyanyikan lagu pengantar tidur bagi bayinya menjadi simbol paling sunyi, sekaligus paling nyaring, dari perlawanan manusia atas kekejaman. Ia tidak melawan dengan senjata. Ia melawan dengan kelembutan yang tak bisa dibunuh.

Tragedi Babi Yar: Luka Kolektif Umat Manusia

Pada 29–30 September 1941, lebih dari 33.000 orang Yahudi dibantai oleh tentara Nazi di jurang Babi Yar, dekat Kyiv. Peristiwa ini menjadi salah satu eksekusi massal terbesar dalam sejarah Holocaust yang terjadi di luar kamp konsentrasi. Mereka digiring, diperintahkan membuka pakaian, dan berjalan menuju lubang besar yang telah digali sebelumnya. Di sanalah tubuh-tubuh mereka ditumpuk tanpa nama, tanpa nisan, dan tanpa upacara penguburan.

Seorang ibu mengikat bayinya di punggungnya dan berjalan ke dalam lubang, menyenandungkan lagu pengantar tidur. | Dok. Pegaf.com
Seorang ibu mengikat bayinya di punggungnya dan berjalan ke dalam lubang, menyenandungkan lagu pengantar tidur. | Dok. Pegaf.com

Namun, di tengah barisan itu, ada satu pemandangan yang tercatat dalam buku harian seorang tentara Jerman. Ia menulis tentang seorang perempuan muda yang berjalan tanpa suara, dengan bayinya terikat di punggung. Perempuan itu menyenandungkan lagu pengantar tidur, menutup telinga bayinya agar suara peluru tidak menjadi kenangan terakhir si kecil tentang dunia.

Baca juga:  Polisi Tangkap 20 Penambang Ilegal di Manokwari

Manusia dan Keteguhan dalam Keterbatasan

Dalam kondisi yang paling tidak manusiawi, perempuan itu memilih untuk tetap menjadi manusia. Ia tidak berteriak atau melarikan diri—dua hal yang wajar dan mungkin justru menjadi satu-satunya reaksi logis di saat seperti itu. Tetapi ia memilih untuk melindungi bayinya dari ketakutan. Dengan cara paling sederhana, paling purba, dan paling indah: menyanyi.

Tindakan itu bukan sekadar tindakan keibuan. Ia adalah bentuk perlawanan eksistensial terhadap kekuasaan yang ingin menghapus eksistensi mereka. Dalam diam, perempuan itu berbicara kepada dunia: “Aku tetap manusia, bahkan saat dunia menyangkal kemanusiaanku.”

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

error: Maaf, seluruh konten dilindungi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta!